Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image >

Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia

0 komentar

Babak pertama, abad 7 masehi (abad 1 hijriah)

Pada abad 7 M, Islam sudah sampai ke nusantara. Para Da’i yg datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yg sudah beradaptasi dgn bangsa Gujarat & bangsa Cina melalui jalur sutera (jalur perdagangan) dakwah mulai merambah ke pesisir-pesisir nusantara. Islam pertama-tama disebarkan di nusantara, dari komunitas- komunitas muslim yg berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota- kota pelabuhan & perdagangan & terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternate & Tidore yg merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian timur yg wilayahnya sampai ke Papua.

Babak kedua, abad 13 masehi

Di abad 13 M berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di berbagai penjuru nusantara. Di abad yg sama ada fenomena yg disebut dgn Wali Songo yaitu ulama-ulama yg menyebarkan Islam di Indonesia. Wali Songo berdakwah atau melakukan proses Islamisasi melalui saluran-saluran :
  1. Perdagangan
  2. Pernikahan
  3. Pendidikan (pesantren)Pesantren merupakan lembaga pendidikan yg asli dari akar budaya Indonesia, & juga adopsi & adaptasi khasanah kebudayaan pra Islam yg tdk keluar dari nilai-nilai Islam yg dpt dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tdk bertentangan dgn nilai- nilai Islam.
  4. Seni & budayaSaat itu media tontonan yg sangat terkenal pd masyarakat Jawa pd khususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sbg media dakwah dgn sebelumnya mewarnai wayang tersebut dgn nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala dgn dimasukkannya. Tokoh-tokoh punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk, & Bagong. Para Wali juga mengubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai- nilai Islam.
  5. TasawufKenyataan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di Indonesia yg menjadi jaringan penyebaran agama Islam.

Babak ketiga, masa penjajahan Belanda

Pada abad 17 M tepatnya pd tahun 1601 datanglah kerajaan Hindi Belanda
ke daerah nusantara yg awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang ke Indonesia dgn kamar dagangnya, yakni VOC, semenjak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindi Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam di nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerjasama. Hal ini yg menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliyatul (kesempurnaan) Islam yg tdk ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dgn yg lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yg siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yg melakukan perlawanan terhadap penjajah adl kaum muslimin beserta ulamanya.
Potensi-potensi tumbuh & berkembangnya di abad 13 M menjadi kekuatan perlawanan melawan penjajah. Ini dpt dibuktikan dgn adanya hikayat-hikayat pd masa kerajaan-kerajaan Islam yg syair-syairnya berisikan perjuangan.
Ulama- ulama menggelorakan jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda.
Belanda mengalami kewalahan yg akhirnya menggunakan strategi-strategi :
  • Politik devide et impera, yg pd kenyataannya memecah belah ataumengadu domba antara kekuatan ulama dgn adat, contohnya Perang Padri di Sumatera Barat & perang Diponegoro do Jawa.
  • Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang
Guru Besar ke-Indonesia-an di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yg pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintah Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) & dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintah Belanda & salah satunya adl pembatasan terhadap kaum muslimin yg akan melakukan ibadah Haji karena pd saat itulah terjadi pematangan perjuangan terhadap penjajahan.

Babak keempat, abad 20 masehi

Awal abad 20 M, penjajahan Belanda mulai melakukan politik etis atau politik balas budi yg sebenarnya adl hanya membuat lapisan masyarakat yg dpt membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan & pekerjaan kpd bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi sebenarnya tujuannya utk mensosialisasikan ilmu-ilmu barat yg jauh dari Al Qur’an & Hadist & akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan unutk lapisan birokrasi yg tdk mungkin dipegang lagi oleh orang-orang Belanda.Yang mendapat pendidikan pun tdk seluruh masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu para pemimpin-pemimpin pergerakan adl yg berasal dari golongan bangsawan.
Strategi perlawanan terhadap penjajah pd masa ini lbh kpd bersifat organisasi formal daripada dgn senjata. Berdirilah organisasi Sarikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yg pertama di Indonesia pd tahun 1905 yg mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi & meliputi wilayah yg luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yg masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Sarikat Islam dpt disebut organisasi pergerakan nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh Sarikat Islam yg terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yg memimpin organisasi tersebut pd usia 25 tahun, kaum priyayi yg karena memegang maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sbg buruh pabrik gula. Ia adl inspirator utama bagi pergerakan nasional di Indonesia. Sarikat Islam di bawah pimpinannya menjadi sesuatu kekuatan yg diperhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Sarikat Islam yg lainnya adl H. Agus Salim & Abdul Muis, yg membina para pemuda yg tergabung dalam Young Islamitend Bound yg bersifat nasional, yg berkembang sampai pd sumpah pemuda tahun 1928.
Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, & lain-lain. Lembaga ke-Islaman tersebut tergabung dalam MIAI (Maselis Islam ‘Ala Indonesia) yg kemudian berubah namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yg anggotanya adl para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Di masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi utk memecah-belah kesatuan umat oleh pemerintah Jepang dgn membentuk kementrian Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan straregi yg dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yg paham dgn Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi Ulama-ulama di pusat dgn di daerah, sehingga ulama-ulama di desa yg kurang informasi & akibatnya membuat umat dpt dibodohi.
Pemerintahan pendudukan Jepang memberikan fasilitas unutk kemerdekaan Indonesia dgn membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia) & dilanjutkan dgn PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) & lbh mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yg merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam Jakarta merupakan konsensus tertinggi utk menggambarkan adanya keragaman bangsa Indonesia yg mencari sesuatu rumusan utk hidup bersama. Tetapi ada kalimat yg menjadi kotroversi dalam piagam itu yakni penghapusan “tujuh kata” lengkapnya kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yg terletak pd alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Babak kelima, abad 20 & 21 masehi

Pada babak ini proses dakwah di Indonesia mempunyai ciri terjadinya globalisasi informasi dgn gerakan-gerakan Islam internasional secara efektif yg akan membangun kekuatan Islam lbh utuh meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tdk terjajah maka proses dakwah di Indonesia akan berlangsung dgn damai karena bersifat kultral & membangun kekuatan secara struktural. Hal ini karena awal masuknya Islam yg secara manusiawi, dpt membangun martabat masyarakat yg sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pd masa kerajaan) & membangun ekonomi masyarakat.
Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yg merupakan kota-kota yg perekonomiannya berkembang baik adl kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tdk terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yg terbesar & terkuat. Walaupun demikian, Allah Subhanahu wa ta’ala mentakdirkan Indonesia menjadi negara dgn jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.

Proses Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia

0 komentar

Islam merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di Indonesia. Hal ini tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi Anda, karena di mass media mungkin Anda sudah sering mendengar atau membaca bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki penganut agama Islam terbesar di dunia.Agama Islam masuk ke Indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan ke daerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam. Mengenai kapan Islam masuk ke Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa teori yang mendukungnya.
Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islamdi Indonesia.Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian materi
berikut ini.

Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan
pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran
Islam di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia –
Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang
bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard
H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya
pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai.
Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah
singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah
banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang
menyebarkan ajaran Islam.
Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.

Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama
yaitu teori Gujarat.
Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan
pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah
mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan
berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh
mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan
Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal
dari Mesir.
Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli
yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik
Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang
berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak
teori berikutnya.

Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya
berasal dari Persia (Iran).
Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam
Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein
cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di
Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut.
Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu
Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda
bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama
salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein
Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran
Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).

Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari
peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati.
Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali
yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:

1.Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2.Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3.Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4.Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5.Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6.Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7.Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8.Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.
9.Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon) Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa
sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat
dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang
dikasihi Allah.

Sejarah dan Perkembangan dan Dinamika Islam (sejak tahun 674 M)

0 komentar

Masuknya Agama Islam ke Nusantara (Indonesia) membawa pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat di wilayah tersebut. Secara kronologis, berikut adalah peristiwa penting dalam perjalanan Islam di Indonesia
Tahun 674 M
Sumber sejarah berita Cina melaporkan bahwa di pantai barat Pulau Sumatera telah terbentuk permukiman orang-orang Tazi atau Ta-shih (Arab)
Tahun 1082 M
Temuan nisan Fatimah binti Maimun bin Hibat Alah (w. 475 H/1082 M) di Leran, Gresik, Jawa Timur, dianggap sebagai bukti awal masuknya Islam di Jawa, terutama daerah pesisir utara jawa.
Tahun 1281 M
Seiring dengan situasi politik Majapahit yang mulai mengalami kekacauan karena perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja, pengaruh Islam semakin berkembang di Jawa
Tahun 1290 M
Pada abad ke-13 berdiri kerajaan Islam pertama di Indonesia, Samudera Pasai. Nama kerajaan ini berasal dari nama dua kota di pesisir timur laut Aceh, yaitu Samudera dan Pasai, yang merupakan tempat singgah kapal pedagang Arab sejak abad ke-7
Tahun 1500 M
Kesultanan Demak berdiri. Semula Demak berada di bawah pemerintahan Kerajaan Majapahit. Setelah Raden Fatah (putra raja terakhir Majapahit) dewasa, ia memperoleh kekuasaan atas daerah Demak. Atas dukungan raja Jepara, Gresik dan Tuban, Raden Fatah naik takhta menjadi raja Demak pertama dan melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Di bawah kepemimpinannya, Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa.
Tahun 1500 M
Kesultanan Cirebon berdiri. Tokoh yang paling berperan menjadi Cirebon sebagai kesultanan adalah Syarif Hidayatullah yang oleh sebagian sejarawan dianggap sama dengan Sunan Gunung Jati.
Tahun 1500 M
Kesultanan Ternate berdiri. Islam menjadi agama kerajaan setelah Sultan Zainal Abidin (raja Ternate ke-19) kembali dari Giri dan menyandang gelar sultan, sebagai salah satu pusat penyiaran Islam di kawasan timur, mubalig dari Ternate berdakwah ke seluruh Kep. Maluku, Sulawesi, Buyton, Sumbawa, dan Papua, bahkan sampai ke P. Sulu dan Mindanao di Filipina Selatan
Tahun 1511 M
Malaka, kerajaan maritim serta pusat perdagangan dan penyebaran Islam terbesar di kawasan Nusantara, dikalahkan Portugis. Akibat kekalahan ini, muncul pusat-pusat perdagangan dan agama Islam baru, seperti Kerajaan Aceh, Goa dan beberapa pusat perdagangan di daerah pesisir utara Jawa
Tahun 1514 M
Kesultanan Aceh (Aceh Darussalam) berdiri. Pendirinya adalah Sultan Ali Mughayat Syah. Semula daerah kekuasaannya hanya meliputi Aceh Besar dan Daya, tetapi kemudian diperluas sampai ke Pidie, Aru, Perlak, Tamiang dan Lamuri
Tahun 1524 M
Sunan Gunung Jati mendirikan kerajaan Islam terbesar di Jawa Barat, Kesultanan Banten, setelah ia menguasai Banten yang semula merupakan wilayah Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran.
Tahun 1525 M
Kesultanan Kutai berdiri di Kalimantan Timur pada masa pemerintahan Aji Raja Mahkota Mulia Islam atau Aji Raja Diistana atau Aji Dimakam (1525-1600)
Tahun 1538 M
Kerajaan Buton menjadi kesultanan setelah rajanya yang ke-6, Timbang Timbangan atau Halu Oleo, memeluk agama Islam
Tahun 1539 M
Setelah Raden Fatah (raja pertama Demak) wafat, sebagian bangsawan Demak melarikan diri ke Palembang, lalu mendirikan kesultanan Palembang dengan Ki Gedeng Suro (1529-1572) sebagai rajanya
Tahun 1546 M
Kesultanan Pajang berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pedalaman Jawa di daerah Kartasura (dekat Surakarta). Kesultanan ini hanya berusia 45 tahun sejak raja pertama (Joko Tingkir) naik takhta hingga dikuasai Mataram (1591)
Tahun 1582 M
Setelah Kesultanan Pajang runtuh, berdiri Kesultanan Mataram, Pangerazn Ngabehi Lor Ing Pasar mengangkat dirinya sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo. Kesultanan Mataram memiliki andil besar dalam pengembangan dan penyiaran Islam di Jawa.
Tahun 1593 M
Kerajaan Goa menjadi kerajaan Islam. Kerajaan Goa adalah salah satu kerajaan tertua dan terbesar di Sulawesi Selatan, selain Kerajaan Luwu dan Bone. Kerajaan Goa berdiri sejak awal abad ke-13, namun agama Islam baru menjadi agama kerajaan pada masa pemerintahan Sultan Alauddin (153-1639). Ibukotanya semula bernama Somba Opu, lalu menjadi Makasar.
Tahun 1595 M
Kesultanan Banjar berdiri di Kalimantan Selatan. Kesultanan ini pada awalnya bernama Kerajaan Daha. Saat itu, Samudera (Pangeran Daha yang belum memeluk Islam) meminta bantuan Kesultanan Demak untuk merebut kekuasaan di Daha seraya berjanji akan masuk Islam. Setelah berhasil, ia memenuhi janjinya. Ia menjadi penguasa Kesultanan Banjar dengan gelar Maharaja Suryanullah (Sultan Suriansyah)
Tahun 1620 M
Sebelum menjadi kesultanan, Bima adalah kerajaan yang didominasi ajaran Hindu-Budha dan animisme. Bima menjadi kesultanan setelah rajanya, La Ka'I, memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Abdul Kahir.
Tahun 1722 M
Kesultanan Johor-Riau berdiri
Tahun 1723 M
Salah satu pusat penyebaran agama Islam di Sumatera Timur adalah Kesultanan Siak Sri Indrapura. Kesultanan ini didirikan oleh Raja Kecil (putra Sultan Mahmud II, penguasa Johor) yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.
Tahun 1755 M
Setelah berakhir perang Giyanti (1755), wilayah kekuasaan Mataram semakin terpecah belah. Berdasarkan Perjanjian Giyanti, Mataram terpecah menjadi dua, yaitu Mataram Surakarta dan Mataram Yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegaran dan Pakualam.
Tahun 1802 M
Muncul gerakan pembaruan Islam di Minangkabau (Gerakan Paderi) yang mendapatkan perlawanan kuat dari Kaum Adat. Akibat campur tangan Belanda, meletus perang Paderi (1812-1837). Salah seorang pemimpin Perang Paderi yang dikenal adalah Tuanku Imam Bonjol.
Tahun 1818 M
Kesultanan Riau berdiri
Tahun 1825-1830 M
Perang Diponegoro pecah sebagai gerakan perlawanan terhadap penjajah Belanda dalam rangka mengembalikan nilai-nilai keislaman dalam tatanan kehidupan masyarakat Jawa.
Tahun 1873-1904 M
Perang Aceh, perang antara masyarakat Aceh dan penjajah Belanda. Perang ini bermula ketika Belanda berusaha memperluas kekuasaan di Aceh yang saat itu terkenal sebagai penghasil lada, namun ditentang oleh Kesultanan Aceh. Bagi masyarakat Aceh, perang tersebut merupakan perang sabil ("perang suci") karena melawan "orang kafir" (Belanda).
Tahun 1888 M
Pemberontakan petani Banten
Tahun 1905 M
Jami'at Khair didirikan di Jakarta. Mayoritas anggota organisasi pendidikan muslim ini adlaah keturunan Arab meskipun terbuka untuk umum
Tahun 1905 M
H. Samanbudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 16 Oktober 1905 di Solo.
Tahun 1912 M
Tanggal 10 September 1912 Sarekat Islam (SI) didirikan. SI tumbuh dari organisasi pendahulunya, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI)
Tahun 1912 M
Ahmad Dahlan bersama teman-temannya mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta (18 November 1912). Muhammadiyah baru diakui pemerintah Hindia Belanda pada 22 Agustus 1914.
Tahun 1915 M
Al-Irsyad berdiri 11 Agustus 1915. Organisasi ini bergerak di bidang pendidikan
Tahun 1923 M
KH. Zamzam mendirikan Persatuan Islam (Persis) di Bandung pada 17 September 1923. Organisasi ini berusaha keras mengembalikan kaum muslim kepada Al-Qur'an dan hadis, menghidupkan jihad serta ijtihad; membasmi bidah, khurafat, takhyul dan memperluas tablig serta dakwah Islam.
Tahun 1925 M
Jong Islamieten Bon (JIB) berdiri dengan pelopor Raden Samsurjial, ketua umum Kongres VI Jong Java (1923). JIB dimaksudkan sebagai sarana pemersatu pemuda Islam.
Tahun 1926 M
Nahdlatul Ulama (NU) berdiri di Surabaya pada 16 Rajab 1344/31 Januari 1926 atas prakarsa KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Muhammad Hasyim Asy'ari
Tahun 1937 M
Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), organisasi sosial Islam, berdiri pada 21 September 1937. MIAI merupakan cikal bakal Masyummi.
Tahun 1945 M
Terbentuk rumusan untuk Pembukaan Undang-Undang Dasar yang dikenal sebagai Piagam Jakarta
Tahun 1945 M
Berdirinya Masyummi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), partai politik yang dibentuk melalui kongres umat Islam Indonesia di Yogyakarta
Tahun 1947 M
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) didirikan di Yogyakarta
Tahun 1949 M
Muncul gerakan Darul Islam-Tentara Islam Indonesia (DI-TII), yaitu gerakan politik dan militer yang bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) lewat proklamasi 17 Agustus 1949 oleh S. M. Kartosuwiryo di Tasikmalaya Gerakan DI-TII berlangsung selama 13 tahun.
Tahun 1952 M
Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan keluar dari Partai Masyumi dan menjadi parpol tersendiri
Tahun 1955 M
Dalam Pemilihan Umum I tahun 1955, partai-partai Islam memperoleh total suara 43,5%
Tahun 1960 M
Masyumi membubarkan diri setelah menolak konsep kabinet yang terdiri dari empat partai (PNI, Masyumi, NU dan PKI)
Tahun 1967 M
Masjid Istiqlal, Jakarta diresmikan
Tahun 1967 M
Berdiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), sebuah yayasan Islam di bidang dakwah sebagai hasil musyawarah ulama dan pemuka agama seJakarta Raya.
Tahun 1968 M
Musabaqah Tilawatil Qur'an (tingkat nasional) pertama di Makassar, Sulawesi Selatan
Tahun 1972 M
Indonesia menjadi anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam), organisasi yang bertujuan mewujudkan solidaritas Islam dan mengupayakan kerjasama negara anggota, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya dan ilmu pengetahuan.
Tahun 1975 M
Terbentuk lembaga koordinasi dan konsultasi yang menghimpun pemikiran ulama se-Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Tahun 1984 M
Muktamar ke-27 Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan Pancasila sebagai asas tunggal dan pernyataan kembali ke Khittah 1926.
Tahun 1990 M
Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) terbentuk
Tahun 1991 M
Festival Istiqlal I. Festival ini menampilkan kebudayaan Indonesia yang bernapaskan Islam. Festival ini juga menampilkan kebudayaan Islam dari negara lain, seperti Malaysia, Pakistan dan Brunei Darussalam
Tahun 1991 M
Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdiri. Setelah mendapatkan izin prinsip pada 1 Mei 1992, BMI mulai beroperasi
Tahun 1996 M
Konferensi tingkat menteri luar negeri negara OKI di Jakarta
Tahun 1997 M
Festival Istiqlal II
Tahun 1999 M
Setelah rezim Orde Baru tumbang, muncul partai-partai yang menggunakan asas Islam sebagai landasan partai pada pemilu 1999
Tahun 2003 M
Terjadi unjuk rasa besar-besaran di tanah air terhadap Amerika Serikat dan sekutunya yang menyerang Irak
Tahun 2004 M
Mahkamah Syar'iyah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) diresmikan Dasar hukum pembentukan Mahkamah Syar'iyah di NAD adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus DI Aceh sebagai Propinsi NAD
Tahun 2005 M
Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) IV di Masjid Istiqlal, tanggal 17-21 April 2005

Perkembangan Islam di Indonesia

0 komentar

Islam telah dikenal ke Nusantara atau Indonesia pada abad pertama
Hijriyah (abad 7 Masehi) meskipun dalam frekuensi yang tidak terlalu
besar melalui jalur perdagangan para pedagang muslim yang berlayar ke
kawasan ini dan singgah untuk beberapa waktu. Pengenalan Islam lebih
intensif, khususnya di Semenanjung Melayu dan Nusantara berlangsung
beberapa abad kemudian.
Setelah itu, terjadilah interaksi yang cukup "kental" antara para
pedagang Arab dan masyarakat Indonesia dalam akulturasi Bangsa Arab
dengan bangsa Indonesia, melalui pendekatan ekonomi (transaksi
perdagangan), penghapusan kasta-kasta dan menggantikannya ke dalam
derajat yang sama, pendekatan dakwah, ikatan perkawinan dan ajaran-
ajaran tasawuf.
Dalam sejarah Islam pernah mengalami kemajuan dan kemunduran.
Kemajuan
Islam terjadi pada masa Khalifah Abbasiah dan Muawwiyah berkuasa.
Islam mengalami kemunduran pada fase akhir Muawwiah di Andalusia
(Spanyol) setelah dikalahkan oleh tentara ratu Issabella dan raja
Ferdinand yang menguasai benteng terakhir Islam di Granada. Selain
itu, pasukan Tar-Tar dan Mongol melakukan penyerangan dengan
memporak-
porandakan Baghdad. Di Negeri Seribu Satu Malam itu mereka membunuh
para fuqoha, ulama dan cendikiawan muslim.
Pada saat yang sama, Islam di Nusantara malah berkembang pesat dan
satu per satu daerah kekuasaan kerajaan di Indonesia masuk Islam.
Banyak raja-raja di Indonesia yang semula memeluk agama Hindu-Budha
mulai memasuki agama Islam. Perkembangan Islam di Nusantara ibarat
(Islam) "mukjizat", karena mampu menggantikan kepercayaan-kepercayaan
dan agama masyarakat Indonesia yang sangat kuat. Selain itu, pada
saat
Islam di kawasan pusat-pusat kekuasan Islam seperti Baghdad, Spanyol
dan lain-lain sedang mengalami kemunduran.
Di Indonesia, saat itu, proses masuknya Islam terhindar dari
peperangan yang besar, bahkan interaksi antara penyebar Islam dan
masyarakat di Nusantara berjalan dengan cara halus dan baik. Padahal,
tantangan penyebaran Islam di Nusantara cukup besar karena masyarakat
Indonesia memiliki kepercayaan animisme dan agama Hindu-Budha sangat
kuat. Kondisi itu mengingatkan akan awal masuknya Islam di tanah Arab
yang kebanyakan menyembah berhala dan kepercayan paganisme. Tapi,
mengapa proses interaksi kebudayaan Islam dan Indonesia dapat
berjalan
lancar di masyarakat Nusatara? Karena para pedagang Arab itu cerdik
memadukan kebudayaan Islam dengan kebudayaan tradisional.
Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal
ini nampak pada tahun 100 H (718 M), saat raja Sriwijaya Jambi yang
bernama Srindravarman mengirim su-rat kepada Khalifah 'Umar bin
'Abdul
'Aziz dari Khilafah Bani Umayyah, meminta mengirimi da'i yang bisa
menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: "Dari Raja di Raja
yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu
raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang
di
wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-
bumbu
wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga
menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja arab yang tidak menyekutukan
tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda
hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tidak begitu banyak,
tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada
saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan
menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya." Dua tahun kemudian,
yakni tahun 720 M, Raja Srindarvarman, yang semula Hindu, masuk Islam
sehingga Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam.
Sayang, pada tahun 730 M, Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya
Palembang yang masih menganut Budha.
Hubungan Nusantara dengan Khilafah Islamiyah
Para pengemban dakwah Islam di Nusantara merupakan utusan langsung
khalifah. Pada tahun 808 H/1404 M Walisongo diutus oleh Sultan
Muhammad I (Sultan Muhammad Jala-bi/Celebi) dari Kesultanan Utsmani
yang dilakukan selama 1 periode. Mereka itu adalah: Maulana Malik
Ibrahim (Turki), ahli tata pemerintahan negara, Maulana Ishaq/Syekh
Awwalul Islam (Samarqand), Maulana Ahmad Jumadil Kubra (Mesir),
Maulana Muhammad al-Maghrabi (Maroko), Maulana Malik Israil (Turki),
Maulana Hasanuddin (Palestina), Maulana Aliyuddin (Palestina), Syekh
Subakir (Persia)
Antara tahun 1349-1406 M, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke
Jawa diantar oleh Zainal Abidin Bahiyan Syah penguasa Samudera Pasai.
Antara tahun 1421-1436 M, datanglah Sayyid Ali Rahmatullah putra
Syaikh Ibrahim (Samarqand), yang lebih dikenal dengan Ibrahim
Asmarakandi, dari ibu Putri Raja Campa-Kamboja (Sunan Ampel), Sayyid
Ja'far Shadiq/Sunan Kudus (Palestina), dan Syarif Hidayatul-lah
(Palestina) cucu Raja Siliwangi Padjajaran (Sunan Gunung Jati) untuk
menggantikan da'i yang telah wafat.
Mulai tahun 1463 M, banyak da'i dari Jawa yang menggantikan da'i yang
wafat atau pindah tugas. Mereka itu adalah: Raden Paku (Sunan Giri),
putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu,
Raja Blambangan; Raden Said (Sunan Kalijaga), putra Adipati
Wilatikta,
Bupati Tuban; Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang); Raden Qasim Dua
(Sunan Drajat), putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati, putri Prabu
Kertabumi, Raja Majapahit
Dilihat dari gelar mereka, dapat dilihat bahwa dakwah Islam sudah
terbina dengan subur dan baik di kalangan elit penguasa Kerajaan
Majapahit sehingga kesultanan terbentuk dengan mudahnya.
Hubungan Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah terlihat pada tahun 1563 M,
dengan dikirimnya seorang utusan penguasa Muslim di Aceh ke Istambul
untuk meminta bantuan melawan Portugis sambil meyakinkan bahwa
sejumlah raja di kawasan tersebut telah bersedia masuk Islam jika
kekhilafahan Utsmaniyah menolong mereka. Namun, bantuan tersebut ter-
tunda selama dua bulan, karena adanya pengepungan Malta dan Szigetvar
di Hungaria dan kematian Sultan Sulaiman Agung. Akhirnya, dibentuklah
sebuah armada yang terdiri dari 19 ka-pal perang dan sejumlah kapal
yang mengangkut persenjataan dan persediaan untuk memban-tu
masyarakat
Aceh yang terkepung.
Namun, bantuan tersebut hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh,
karena kapal yang lain dialihkan untuk tugas perluasan kekuasaan
Utsmaniyah di Yaman. Kapal yang tiba tersebut mengangkut pembuat
senjata, penembak, teknisi, senjata dan peralatan perang lainnya.
Peristiwa tersebut dapat ditemui di dalam berbagai arsip dokumen
sejarah negara Turki.
Tahun 1048 H/1638 M, Abdul Qadir dari Kesultanan Banten, dianugerahi
gelar Sultan Abdulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif
Makkah saat itu, dan tahun 1051 H/1641 M, Pangeran Rangsang dari
Kesultanan Mataram, meperoleh gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana
Matarami oleh Syarif Makkah.
Tahun 1638 M, Sultan Abdul Kadir Banten mengirim utusan membawa misi
mengha-dap Syarif Zaid di Makkah, misi tersebut sukses sehingga
Kesultanan Banten merupakan kera-jaan Islam dan termasuk Dar al-Islam
dibawah pimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul.
Tahun 1652, Khilafah Turki Utsmani mengirim 500 orang pasukan dari
Turki beserta sejumlah alat tembak (meriam) beserta amunisi kepada
Kesultanan Aceh setelah adanya per-mintaan dari kesultanan.
Dengan demikian, keterkaitan Nusantara sebagai bagian dari Khilafah,
dari pengiriman da'i hingga bantuan militer, telah dapat dilihat
dengan jelas. Hubungan tersebut juga dapat dilihat pada pengangkatan
Meurah Silu menjadi Sultan Malikussaleh di Kesultanan Samudera Pasai
Darussalam serta pengangkatan Sultan Abdul Kadir dari Kesultanan
Banten dan Sultan Agung dari Mataram oleh Syarif Makkah.
Islamlah yang menyatukan daerah di Indonesia, hal tersebut dapat
dilihat tidak adanya nafsu saling menguasai di antara kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia. Kerajaan-kerajaan layaknya sebuah
provinsi-provinsi dalam naungan Daulah Khilafah yang berpusat di
Timur
Tengah.
Kondisi sebelum Islam masuk Indonesia juga terlihat pada saat ini
dimana umat Islam terbagi-bagi dalam national-state (negara
kebangsaan). Setiap negara hanya memikirkan dirinya sendiri, bahkan
ikut serta dalam penindasan negara lain. Seperti halnya yang
dilakukan
oleh Indonesia yang memberi dukungan suara dalam penindasan terhadap
Iran soal reaktor Nuklir. Ataupun Arab Saudi yang menyediakan
tanahnya
sebagai pangkalan termewah Amerika di Timur Tengah untuk menyerang
Iraq dan Afganistan. Padahal satu abad yang lalu mereka masih satu
kesatuan yang saling bahu membahu dalam naungan Islam. Peperangan
terjadi di Nusantara juga bukan dengan masyarakat asli sendiri,
melainkan dengan para penjajah asing seperti Spanyol, Portugis,
Belanda, Inggris. Nafsu para penjajah asing untuk menguasai Nusantara
dengan cara paksa, serakah dan merampok kekayaan masyarakat telah
mengakibatkan perlawanan dari rakyat yang hebat dan tak terelakan.
Bagi masyarakat yang telah memeluk agama Islam, mereka yakin bahwa
perang itu bukan sebatas mempertahankan harga diri dan keluarga, tapi
tanah air dan agama sebagai Jihad fi Sabilillaah.
Islam dan Politik di Indonesia
Islam datang ke Indonesia membawa berbagai macam perubahan tidak
hanya
dibidang spiritual namun juga dibidang sosial dan politik. Lebih-
lebih
lagi dalam kebangkitan perlawanan nasionalisme dan patriotik melawan
kolonialisme-imperialisme bangsa Eropa.
Sudah menjadi konsesus umum dari berbagai para ilmuan sosial,baik di
Barat maupun di Timur,bahwa bangkitnya Islam pada abad ke-8 M telah
membangun dunia baru dengan dasar pemikiran ,cita-cita, kebudayaan
dan
peradaban baru .
kebudayaan dan peradaban baru yang berdaya mengembangkan ilmu
pengetahuan di segala bidang, dengan beragam cabang-cabangnya.
Seperti halnya dengan tiap-tiap peradaban dunia , maka peradaban
Islam
yang berkembang selama tujuh abad (abad 7 - 14 M) akhirnya mengalami
kemunduran.
Menurut Stoddard (1922) sebab kemunduran dunia Islam adalah
superstition and mysticism (ketakhayululan dan mistik) yang merusak
Tauhid.
Sedangkan menurut Kohn(1922) kemunduran umat Islam disebabkan oleh:
abuses, empty formalism and decadence ( penyalahgunaan, formalisme
yang kosong, dan dekadensi)
Ahli sosiologi Muslim, Khaldun(1406) menyatakan bahwa penyebab
kemunduran umat Islam adalah akibat pola kehidupan yang hedonis,
arogan, dan ekploitasi terhadap rakyatnya sendiri. Akibatnya adalah
keropos dalam ketahanan fisik dan dekadensi moral.
Jiwa ashobiah (collective solidarity) dalam segala kehidupan baik
kehidupan group solidarity atau civic solidarity dilupakan.
Faktor lain kemunduran Islam adalah disebabkan oleh kolonialisasi
bangsa-bangsa Kristen-Eropa; yang mula-mula di Semenanjung Iberia
(Andalusi Spanyol) dan serangan Bangsa Monggol dan Tartar dari Asia
Tenggah.
Dalam masa itu Bangsa Eropa justru mengalami proses transisi yang
hebat dengan diinspirasi hasil kajian terhadap kebudayaan Yunani kuno
melalui perpustakaan Dunia Islam di Cordoba,
Granada dan Alexandaria. Eropa mengalami masa Renaisance.
Perkembangan yang luar biasa tersebut dilanjutkan dengan proses dari
masyarakat feodal ke masyarakat fruh Kapitalismus yang kemudian
melahirkan nafsu kolonialisme dan imperialisme. Kerajaan Islam di
Malaka jatuh dibawah kolonialisme Portugis tahun 1511 dan kerajaan
Islam di manila 1571.
Selama dekade awal abad 20, gagasan nasionalisme merupakan fokus
perdebatan politik di dunia Islam. Sebagaian intelektual Muslim tidak
setuju dengan gagasan tersebut dengan alasan
prinsip kedaulatan rakyat bertentangan dengan prinsip hukum Tuhan dan
prinsip ummah . Muhammad Iqbal, penyair dan filosof Asia Selatan,
menegaskan bahwa Islam menghendaki satu kesatuan umat Islam yang
tidak
yang tidak terbatas , dan menyebut kolonialisme Barat sebagai biang
keladi hancurnya persatuan dunia Islam.
Walaupun demikian Iqbal pada akhirnya sadar bahwa upaya membangun
kembali satu bentuk komunitas politik umat Islam yang bersifat
universal sudah tidak mungkin lagi , karena itu masing-masing wilayah
umat Islam harus berjuang meraih kemerdekaannya.
Hingga kini sebagian kecil umat Islam masih tetap menentang prinsip
negara kebangsaan ( nationstate) yang menurut mereka lebih mendudukan
hukum manusia diatas hukum Allah SWT.
Kendati demikian kecendrungan umum pada saat ini bagi umat islam
adalah menerima legitimasi negara model negara kebangsaan dan
mengarahkan politik mereka dalam konteks negara kebangsaan tersebut.
Nasionalisme tidaklah dijahit dari sepotong pakaian seragam. Ide-ide
religius juga memainkan peranan kunci dalam sejumlah gerakan
nasionalisme pada abad 20, termasuk di Eropa Barat-meskipun banyak
teori Barat yang menyatakan sebaliknya.
Sebagai konsekuensinya konsep nasionalisme menjadi lahan perdebatan
yang seru di dunia Islam.
Lebih dari seabad umat Islam bergumul dengan persoalan bagaimana
mempertemukan politik Islam dengan gagasan kebangsaan dan
kewarganegaraan.
Ini terbukti pada kasus di Indonesia dalam pertarungan antara
nasionalisme sekuler dan nasionalisme Islam, perdebatan selama abad
20
adalah menyangkut persoalan peranan Islam dalam konteks gagasan dan
praktek berbangsa.
Organisasi massa modern pertama, Sarikat Islam (SI) didirikan pada
tahun 1912, ditujukan untuk
mengangkat hak-hak politik kaum pribumi yang dengan cepat memperoleh
jumlah pengikut yang besar di Nusantara terutama di pulau Jawa.
SI didirikan untuk kepentingan pedagang pribumi Muslim dalam
menghadapi pedagang Cina. SI awalnya bergantung pada seruan Islam.
Akan tetapi ketika memperoleh jumlah pengikut yang banyak, SI
terlibat
dalam konflik ideologis antara pendukung politik Islam konvensional
dengan ideologi Marxisme-Sosialisme dan nasionalisme sekuler.
Pada tahun 1921 pertentangan antara kedua faksi ini sampai pada tahap
kritis dengan terpentalnya wakil-wakil sayap kiri SI. Pada masa
berikutnya kalangan kiri ( SI Merah) dan Kubu Islam (SI Putih)
bersaing menguasai cabang-cabang SI lokal dan membuat berantakan
perjuangan kaum pribumi dalam merebut kemerdekaan.
Dengan merosotnya peranan SI kepemimipinan perjuangan nasionalisme
beralih ke tangan kaum nasionalis non-religius, diantaranya adalah
PNI
(Partai Nasional Indonesia) yang dibentuk pada tahun 1927 dibawah
pimpinan seorang Ir. Soekarno, PNI merupakan organisasi yang
berbasiskan kebangsaan multietnik, bukan nasionalisme agama.
Nasionalisme merupakan ide asing yang tidak pernah dikenal dalam
Islam
dahulu.
Sebelum masuknya Islam di nusantara, perasaan kedaerahan sangatlah
kuat. Banyak peperangan yang terjadi antar kerajaan-kerajan di
Indonesia. Setelah masuknya peradaban dan kebudayaan Islam di
Indonesia, maka barulah dikenal persatuan di Indonesia dengan
landasan
"aqidah Islam". Persatuan yang terjadi tidak hanya karena adanya
kepentingan antar wilayah, namun disatukan oleh Islam dengan nama
"Daulah Khilafah Islamiyah" atau Negara Khilafah Islam.
Konsep Khilafah bukanlah konsep kedaerahan namun merupakan konsep
global yang menyatukan wilayah-wilayah dengan landasan aqidah Islam.
Oleh karena itu tidaklah aneh ketika kita menyaksikan bahwa Khilafah
Islam telah berhasil menyatukan sepertiga dunia di bawah satu
bendera,
yaitu bendera Islam. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Andalusia
(Spanyol) sampai dengan Kepulauan Maluku di Timur.
Penyatuan ini tidak terjadi begitu saja, namun merupakan buah dari
usaha dakwah Islam yang merupakan kewajiban dari Khilafah. Mungkin
tidak banyak yang tahu bahwa terdapat hubungan Nusantara dengan
kekhilafahan yang terjadi pada masa perkembangan Islam di Indonesia.
Sebagai warga Indonesia, kita tidak boleh melupakan hubungan
tersebut,
karena Islam-lah yang telah menyatukan Nusantara ini yang berupa
kepulauan menjadi sebuah Negara yang bersatu sehingga tidak ada lagi
perbedaan dari setiap daerah. Mereka telah terikat sebagai saudara
yang seiman.
Namun setelah Khilafah Islam runtuh (1924), wilayah Islam terbagi-
bagi
menjadi lebih dari 50 negara. Tidak hanya itu, kita menyaksikan
banyak
yang saling bertikai dan batasan dari setiap kelompok (kelompok
Islam)
yang berbeda pendapat. Dan dari masyarakat Islam sendiri kita melihat
adanya kompromi agama dengan agama lain. Mereka dengan tanpa merasa
berdosa telah mengikuti kebiasaan dari orang-orang kafir dengan
alasan
toleransi antar agama.
Disamping perpecahan yang terjadi, negara pun turut campur dalam
pengkeroposan pemahaman Islam di tengah-tengah umat. Hal tersebut
membuat umat Islam tidak peduli lagi dengan agamanya sendiri. Seperti
adanya usaha untuk menghapus Perda Syariat Islam yang merebak akhir-
akhir ini. Dengan mengetahui sejarah Islam di Indonesia, wajarlah
sebagai umat Islam kita ikut serta dalam usaha membangkitkan Islam di
muka bumi ini.

Perkembangan Islam di Indonesia

0 komentar

Agama Islam masuk ke Indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan ke daerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam. Mengenai kapan Islam masuk ke Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa teori yang mendukungnya. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda simak uraian materi berikut ini

A. Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.
Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian materi berikut ini.
1. Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.
Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.
2. Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. SedangkanGujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda- tanda bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India). Demikianlah uraian materi tentang proses masuknya Islam ke Indonesia.
Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan masyarakat Indonesia. Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan Pekojan. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan
ada yang sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
Pondok pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka para pemuda menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya masing- masing. Di samping penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam
juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat Indonesia.
Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.
9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)
Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah

Penyebaran Islam (1200-1600)

0 komentar

Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah GujaratIndia melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. Melalui Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17, jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa Islam masuk di Indonesia mulai abad 13 adalah tidak benar, HAMKA berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus). Pada saat nanti wilayah Barus ini akan masuk ke wilayah kerajaan Srivijaya.
Pada tahun 674M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan, memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima ptra ratu [[Sima dari Kalingga masuk Islam.
Pada tahun 718M raja Srivijaya Sri Indravarman setelah kerusuhan Kanton juga masuk Islam pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (Dinasti Umayyah).
Sanggahan Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui Pedagang Gujarat
Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui pedagang Gujarat adalah tidaklah benar, apabila benar maka tentunya Islam yang akan berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syiah karena Gujarat pada masa itu beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab Safi'i.
Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam di masa awal dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.

Masa kolonial

Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang. Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad ke-13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-syairnya berisi seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
  • Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan ulama dengan adat, contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
  • Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar, seorang Guru Besar ke-Indonesiaan di Universitas Hindia Belanda, yang juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah. Dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji, karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.
Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-Din Afghani dan Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide tersebut, di antara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir.

Demografi

Sebagian besar ummat Islam di Indonesia berada di wilayah Indonesia bagian Barat, seperti di pulau Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan untuk wilayah Timur, penduduk Muslim banyak yang menetap di wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku Utara dan enklave tertentu di Indonesia Timur seperti Kabupaten Alor, Fakfak, Haruku, Banda, Tual dan lain-lain.
Pengadaan transmigrasi dari Jawa dan Madura yang secara besar-besaran dilakukan oleh pemerintahan Suharto selama tiga dekade ke wilayah Timur Indonesia telah menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk Muslim disana. Untuk pertamakalinya, pada tahun 1990an ummat Kristen menjadi minoritas di Maluku. Kebijakan transmigrasi ini, yang telah melebarkan kesenjangan sosial dan ekonomi, mengakibatkan sejumlah konflik di Maluku, Sulawesi Tengah, dan sebagian wilayah Papua.

Arsitektur

Islam sangat banyak berpengaruh terhadap arsitektur bangunan di Indonesia. Rumah Betawi salah satunya, adalah bentuk arsitektur bangunan yang banyak dipengaruhi oleh corak Islam. Pada salah satu forum tanya jawab di situs Era Muslim, disebutkan bahwa Rumah Betawi yang memiliki teras lebar, dan ada bale-bale untuk tempat berkumpul, adalah salah satu ciri arsitektur peradaban Islam di Indonesia.

Masjid

Masjid Raya Medan al Ma'shun, adalah salah satu ciri bangunan berarsitektur Islam yang ada di Indonesia
Masjid adalah tempat ibadah Muslim yang dapat dijumpai diberbagai tempat di Indonesia. Menurut data Lembaga Ta'mir Masjid Indonesia, saat ini terdapat 125 ribu masjid yang dikelola oleh lembaga tersebut, sedangkan jumlah secara keseluruhan berdasarkan data Departemen Agama tahun 2004, jumlah masjid di Indonesia sebanyak 643.834 buah, jumlah ini meningkat dari data tahun 1977 yang sebanyak 392.044 buah. Diperkirakan, jumlah masjid dan mushala di Indonesia saat ini antara 600-800 ribu buah.

Pendidikan

Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia dengan ciri yang khas dan unik, juga dianggap sebagai sistem pendididikan paling tua di Indonesia. Selain itu, dalam pendidikan Islam di Indonesia juga dikenal adanya Madrasah Ibtidaiyah (dasar), Madrasah Tsanawiyah (lanjutan), dan Madrasah Aliyah (menengah). Untuk tingkat universitas Islam di Indonesia juga kian maju seiring dengan perkembangan zaman, hal ini dapat dilihat dari terus beragamnya universitas Islam. Hampir disetiap provinsi di Indonesia dapat dijumpai Institut Agama Islam Negeri serta beberapa universitas Islam lainnya.

Organisasi

Terdapat beberapa organisasi Islam di Indonesia, di antaranya adalah Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Jamiat Khair, sebuah organisasi Islam tempat para ulama dan aktivis bergabung, tempat bermulanya Ahmad Soorkati mengawali karier dakwahnya di Indonesia. Ia diundang secara khusus oleh gerakan ini untuk menjadi pengajar pada berbagai badan pendidikan yang dirintisnya pada tahun 1912. Ia datang dari Sudan, membawa dan mengusung pola pikir rasional dalam berbagai kuliahnya. NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 35 juta. NU seringkali dikategorikan sebagai Islam traditional, salah satunya karena sistem pendidikan pesantrennya. Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar kedua, dengan anggotanya yang sekitar 30 juta. Muhammadiyah memiliki ribuan sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan tinggi serta ratusan rumah sakit di seluruh Indonesia.
Selain ketiga organisasi diatas, di Indonesia juga dikenal adanya Front Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Hizbut Tahrir Indonesia.

Politik

Dengan mayoritas berpenduduk Muslim, politik di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan peranan ummat Islam. Walau demikian, Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam, namun ada beberapa daerah yang diberikan keistimewaan untuk menerapkan syariat Islam, seperti Aceh.
Seiring dengan reformasi 1998, di Indonesia jumlah partai politik Islam kian bertambah. Bila sebelumnya hanya ada satu partai politik Islam, yakni Partai Persatuan Pembangunan-akibat adanya kebijakan pemerintah yang membatasi jumlah partai politik, pada pemilu 2004 terdapat enam partai politik yang berasaskan Islam, yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Bintang Reformasi, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang.

Sejarah Agama Islam di Indonesia

0 komentar

Kesultanan Cirebon adalah sebuah kerajaan islam yang ternama di Jawa Barat. Kerajaan ini berkuasa pada abad ke 15 hingga abad ke 16 M. Letak kesultanan cirebon adalah di pantai utara pulau jawa. Lokasi perbatasan antara jawa tengah dan jawa barat membuat kesultanan Cirebon menjadi “jembatan” antara kebudayaan jawa dan Sunda. Sehingga, di Cirebon tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.
Pada awalnya, cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Demikian dikatakan oleh serat Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda. Lama-kelamaan cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang diberi nama caruban. Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa, agama, bahasa, dan adat istiadat.
Karena sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan nenangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi (belendrang) dari udang rebon ini berkembang sebutan cai-rebon (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian menjadi cirebon.
Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya Alam dari pedalaman, cirebon menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara jawa. Dari pelaburan cirebon, kegiatan pelayaran dan perniagaan berlangsung antar-kepulauan nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, tidak kalah dengan kota-kota pesisir lainnya Cirebon juga tumbuh menjadi pusat penyebaran islam di jawa barat.
Al kisah, hiduplah Ki gedeng Tapa, seorang saudagar kaya di pelabuhan Muarajati. Ia mulai membuka hutan, membangun sebuah gubuk pada tanggal 1 Sura 1358 (tahun jawa), bertepatan dengan tahun 1445 M. Sejak saat itu, mulailah para pendatang menetap dan membentuk masyarakat baru di desa caruban. Kuwu atau kepala desa pertama yang diangkat oleh masyarakat baru itu adalah Ki Gedeng Alang-alang. Sebagai pangraksabumi atau wakilnya, diangkatlah raden Walangsungsang. Walangsungsang adalah putra prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang atau Subangkranjang, putri Ki Gedeng Tapa. Setelah ki gedeng alang-alang meninggal walangsungsang bergelar Ki Cakrabumi diangkat sebagai Kuwu pengganti ki Gedeng Alang-alang dengan gelar pangeran Cakrabuana.
Ketika kakek ki gedeng Tapa meninggal, pangeran cakrabuana tidak meneruskannya, melainkan mendirikan istana Pakungwati, dan membentuk pemerintahan cirebon. Dengan demikian yang dianggap sebagai pendiri pertama kesultanan Cirebon adalah pangeran Cakrabuana (…. – 1479). Seusai menunaikan ibadah haji, cakrabuana disebut Haji Abdullah Iman, dan tampil sebagai raja Cirebon pertama yang memerintah istana pakungwati, serta aktif menyebarkan islam.
Pada tahun 1479 M, kedudukan Cakrabuana digantikan oleh keponakannya. Keponakan Cakrabuana tersebut merupakan buah perkawinan antara adik cakrabuana, yakni Nyai Rarasantang, dengan Syarif Abdullah dari Mesir. Keponakan Cakrabuana itulah yang bernama Syarif Hidayatullah (1448 – 1568 M). Setelah wafat, Syarif Hidayatullah dikenal dengan nama sunan Gunung Jati, atau juga bergelar ingkang Sinuhun Kanjeng Jati Purba Penetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatura Rasulullah.
Pertumbuhan dan perkembangan kesultanan Cirebon yang pesat dimulai oleh syarif Hidayatullah. Ia kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti kesultanan cirebon dan banten, serta menyebar islam di majalengka, Kuningan, kawali Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten. Setelah Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1568, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan tertinggi kerajaan Islam cirebon. Pada mulanya, calon kuat penggantinya adlah pangeran Dipati Carbon, Putra Pengeran Pasarean, cucu syarif hidayatullah. Namun, Pangeran dipati carbon meninggal lebuh dahulu pada tahun 1565.
Kosongnya kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat istana yang memegang kenali pemerintahan selama syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati melaksanakan Dakwah. Pejabat tersebut adalah Fatahillah atauFadillah Khan. Fatahillah kemudian naik tahta, secara resmi menjadi sultan cirebon sejak tahun 1568.
Naiknya Fatihillah dapat terjadi karena dua kemungkinan pertama, para sultan Gunung Jati, yaitu Pangeran Pasarean, pangeran Jayakelana, dan pangeran Bratakelana, meninggal lebih dahulu, sedangkan putra yang masih hidup, yaitu sultan Hasanuddin (pangeran Sabakingkin), memerintah di Banten berdiri sendiri sejak tahun 1552 M. Kedua, Fatahillah adalah menantu Sunan Gunung Jati (Fatahillah menikah dengan Ratu Ayu, putri sunan Gunung Jati), dan telah menunjukkan kemampuannya dalam memerintah Cirebon (1546 – 1568) mewakili Sunan Gunug Jati. Sayang, hanya dua tahun Fatahillah menduduki tahta Cirebon, karena ia meninggal pada 1570.
Sepeninggal Fatahillah, tahta jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati, yaitu pangeran Emas. Pangeran emas kemudian bergelar panembahan ratu I, dan memerintah cirebon selama kurang lebih 79 tahun. Setelah panembahan ratu I meninggal pada tahun 1649, pemerintahan kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh cucunya yang bernama pangeran Karim, karena ayahnya yaitu panembahan Adiningkusumah meninggal dunia terlebih dahulu. Selanjutnya, pangeran karim dikenal dengan sebutan Panembahan Ratu II atau panembahan Girilaya.
Pada masa pemerintahan Panembahan Girilaya, Cirebon terjepit di antara dua kekuatan, yaitu kekuatan Banten dan kekuatan mataram. Banten curiga, sebab cirebot dianggap mendekat ke mataram. Di lain pihak, mataram pun menuduh cirebon tidak lagi sungguh-suingguh mendekatkan diri, karena panembahan Girilaya dan Sultan Ageng dari banten adalah sama-sama keturunan pajajaran.
Kondisi panas ini memuncak dengan meninggalnya panembahan Girilaya saat berkunjung ke Kartasura. Ia lalu dimakamkan di bukit Girilaya, Gogyakarta, dengan posisi sejajar dengan makam sultan Agung di Imogiri. Perlu diketahui, panembahan Girilaya adalah juga menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma. Bersamaan dengan meninggalnya panembahan Girilaya, Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yakni para putra panembahan Girilaya di tahan di mataram.
Dengan kematian panembahan Girilaya, terjadi kekosongan penguasa. Sultan ageng tirtayasa segera dinobatkan pangeran Wangsakerta sebagai pengganti panembahan Girilaya, atas tanggung jawab pihak Banten. Sultan ageng tirtayasa pun kemudian mengirimkan pasukan dan kapal perang untuk membantu trunajaya, yang pada saat itu sedang memerangi Amangkurat I dari mataram. Dengan bantuan Trunajaya, maka kedua putra penembahan Girilaya yang ditahan akhirnya dapat dibebaskan, dan dibawa kembali ke Cirebon. Bersama satu lagi putra panembahan Girilaya, mereka kemudian dinobatkan sebagai penguasa kesultanan Cirebon.
Panembahan Girilaya memiliki tiga putra, yaitu pangeran murtawijaya, pangeran Kartawijaya, dan pangeran wangsakerta. Pada penobatan ketiganya di tahun 1677, kesultanan cirebon terpecah menjadi tiga. Ketiga bagian itu dipimpin oleh tiga anak panembahan Girilaya, yakni :
1. Pangeran Martawijaya atau sultan Kraton Kasepuhan, dengan gelar Sepuh Abi Makarimi Muhammad Samsudin (1677 – 1703)
2. Pangeran Kartawijaya atau Sultan Kanoman, dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1677 – 1723)
3. Pangeran Wangsakerta atau Panembahan Cirebon, dengan gelar pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677 – 1713)
Perubahan gelar dari “panembahan” menjadi “sultan” bagi dua putra tertua pangeran girilaya dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Sebab, keduanya dilantik menjadi sultan Cirebon di Ibukota banten. Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, dan keraton masing-masing. Adapun pangeran wangsakerta tidak diangkat sebagai Sultan, melainkan hanya panembahan. Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri, akan tetapi berdiri sebagai kaprabonan (paguron), yaitu tempat belajar para ilmuwan keraton.
Pergantian kepemimpinan para sultan di cirebon selanjutnya berjalan lancar, sampai pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (1798 – 1803). Saat itu terjadilah pepecahan karena salah seorang putranya, yaitu pangeran raja kanoman, ingin memisahkan diri membangun kesultanan sendiri dengan nama kesultanan Kacirebonan.
Kehendak raja kanoman didukung oleh pemerintah belanda yang mengangkatnya menjadi Sultan Cirebon pada tahun 1807. namun belanda mengajukan satu syarat, yaitu agar putra dan para pengganti raja Kanoman tidak berhak atas gelar sultan. Cukup dengan gelar pangeran saja. Sejak saat itu, di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu kesultanan Kacirebonan. Sementara tahta sultan Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV lain bernama Sultan Anom Abusoleh Imamuddin (1803 – 1811).
Sesudah kejadian tersebut, pemerintah kolonial belanda pun semakin ikut campur dalam mengatur Cirebon, sehingga peranan istana-istana kesultanan Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya semakin surut. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 dan 1926, ketika kekuasaan pemerintahan kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan pengesahan berdirinya Kota Cirebon.

Download Now

About This Blog

Lorem Ipsum

Lorem Ipsum

Reader Community

About Administrator

Foto Saya
perkembangan islam di indonesia
Lihat profil lengkapku