Berkembangnya
Islam di Indonesia melalui proses pribumisasi dan akulturasi sehingga
Islam bisa diterima dengan mudah di Indonesia. Strategi yang sama
dilakukan oleh PWNU Papua dengan menempatkan pribumi Papua sebagai
ketuanya.
H
Komari, salah satu pengurus PWNU Papua yang sebelumnya terpilih sebagai
ketua dalam konferensi wilayah menyatakan tidak bersedia menjabat dan
menyerahkan kepada Tony VM Wanggai, seorang muslim pribumi Papua.
Kepada NU Online saat berkunjung ke Jakarta, Komari menjelaskan langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan kepada putra asli Papua agar bisa memimpin NU karena ia sendiri berasal dari Jawa Timur.
“Ini merupakan langkah seperti yang dilakukan oleh Walisongo yang sukses dengan melakukan pribumisasi dan akulturasi,” paparnya, Kamis (29/4).
Upaya akulturasi kebudayaan dilakukan dengan menyesuaikan tradisi Papua sesuai dengan nilai-nilai keislaman. Ia mencontohkan, orang Papua tak bisa dipisahkan dengan ternak babi yang berfungsi untuk mas kawin, denda atau transaksi lainnya, namun bagi yang beragama Islam diupayakan bisa diganti dengan ternak lain seperti sapi atau kambing.
“Yang tradisinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam ya kita biarkan saja,” imbuhnya.
Komposisi kepengurusan NU Papua juga melibatkan seluruh kebhinekaan Indonesia, ada yang dari suku Jawa, Bugis, Makassar, Sumatra, Madura, suku Papua pesisir, Papua pegunungan serta mempertimbangkan aspek keterwakilan perempuan.
Dijelaskannya, dalam waktu satu tahun ini, NU Papua telah mendirikan 12 sekolah baru yang secara resmi berada di bawah naungan LP Maarif NU yang terdiri dari SD/MI, dan Tsanawiyah.
“Kalau ikut yayasan lain nilai ajaran dan dakwah NU kurang nampak,” tandasnya.
Ia berharap hal ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat kelembagaan di lingkungan NU agar semakin kokoh. (mkf)
Kepada NU Online saat berkunjung ke Jakarta, Komari menjelaskan langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan kepada putra asli Papua agar bisa memimpin NU karena ia sendiri berasal dari Jawa Timur.
“Ini merupakan langkah seperti yang dilakukan oleh Walisongo yang sukses dengan melakukan pribumisasi dan akulturasi,” paparnya, Kamis (29/4).
Upaya akulturasi kebudayaan dilakukan dengan menyesuaikan tradisi Papua sesuai dengan nilai-nilai keislaman. Ia mencontohkan, orang Papua tak bisa dipisahkan dengan ternak babi yang berfungsi untuk mas kawin, denda atau transaksi lainnya, namun bagi yang beragama Islam diupayakan bisa diganti dengan ternak lain seperti sapi atau kambing.
“Yang tradisinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam ya kita biarkan saja,” imbuhnya.
Komposisi kepengurusan NU Papua juga melibatkan seluruh kebhinekaan Indonesia, ada yang dari suku Jawa, Bugis, Makassar, Sumatra, Madura, suku Papua pesisir, Papua pegunungan serta mempertimbangkan aspek keterwakilan perempuan.
Dijelaskannya, dalam waktu satu tahun ini, NU Papua telah mendirikan 12 sekolah baru yang secara resmi berada di bawah naungan LP Maarif NU yang terdiri dari SD/MI, dan Tsanawiyah.
“Kalau ikut yayasan lain nilai ajaran dan dakwah NU kurang nampak,” tandasnya.
Ia berharap hal ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat kelembagaan di lingkungan NU agar semakin kokoh. (mkf)
0 komentar:
Posting Komentar