SYIAR ISLAM DI JEPANG


link sumber : http://www.kaorinusantara.net/news/2008/09/12/syiar-islam-di-jepang-bagaimana-islam-di-jepang/
Selama bulan Ramadhan, KAORInews akan menyajikan artikel menarik mengenai perkembangan Islam di Jepang. Anda dapat mengaksesnya di kategori Kabar Fitur.
Bagaimana Islam Masuk ke Jepang?
Menurut sumber dari Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, Islam mulai masuk kali pertama pada abad ke sembilan belas. Setelah era pengasingan diri Jepang dari dunia berakhir, sejumlah literatur mengenai Islam pun masuk ke Jepang. Kemudian pada 1890, peristiwa yang mempertemukan Jepang dan Islam pun terjadi, melalui sebuah kasus yang terkenal dengan nama “Peristiwa Kapal Ertogrul”. Peristiwa karamnya kapal Turki di perairan Jepang ini memakan korban besar, hingga dari 600 orang penumpang, hanya 69 yang selamat.
Pemerintah bersama rakyat Jepang pun menolong para korban kecelakaan ini. Hasilnya baik, antara Jepang dan Turki pun terjalin hubungan kerjasama yang baik. Hal ini pun memunculkan pergerakan bagi perkembangan Islam di Jepang. Dan pada awal abad ke 20, sudah ada beberapa rombongan umat Muslim di Jepang yang pergi melaksanakan haji.
Pada masa Perang Dunia 2, sebagai akibat kebijakan Jepang melakukan ekspansi ke wilayah Asia Tenggara (termasuk Indonesia), timbul kebutuhan untuk mengkaji Islam di Jepang. Walau demikian, kajian yang dilakukan tidak berkembang baik karena pemerintahan militer menganggap Islam dengan Tuhan yang Esa, bertentangan dengan kepercayaan tradisional di Jepang yang menyembah banyak dewa.
Setelah Perang Dunia 2, hubungan Jepang dengan negara Islam semakin baik, terutama pada bidang perdagangan dan pendidikan. Jepang mulai membuka program beasiswa, yang diambil oleh pelajar Muslim di negara-negara berkembang. Selain itu, Jepang menjalin hubungan perdagangan dengan negara Timur Tengah dan Indonesia, yang memiliki penduduk beragama Islam cukup besar.
Tidak diketahui berapa banyak jumlah orang Islam di Jepang. Selain penduduk lokal, Islam juga dianut oleh para imigran dari Afrika dan Timur Tengah yang menetap di Jepang, juga oleh sebagian pelajar yang melakukan studi di Jepang. Hitungan kasar menyebutkan angka bervariasi, dari 7.000 sampai 25.000 orang. Tidak diperoleh data yang pasti, juga karena sikap pemerintah Jepang sendiri yang tidak begitu memperhatikan masalah agama.
Mesjid di Jepang
Seperti apakah islam di Jepang pada masa kini? Banyak orang Jepang yang tidak tahu apa Islam, apa itu masjid, sekalipun Islam telah masuk ke Jepang sejak tahun 1877. Barangkali karena ketidaktertarikan orang Jepang terhadap agama.
Dalam artikelnya di Harvard Asia Quarterly, Michael Penn mensinyalir bahwa banyak orang yang pasti berkesimpulan tidak ada hubungan antara orang Jepang dan Islam, karena di satu pihak Islam mempercayai monoteisme, sedangkan Jepang lebih kental polyteisme atau bahkan animismenya. Tapi sebenarnya banyak peninggalan bersejarah yang menunjukkan bahwa Jepang punya hubungan yang erat dengan Islam. Banyak peneliti studi Islam di beberapa universitas Jepang telah berhasil membuka fenomena ini.
tempat-tempat ibadah bagi orang Jepang bukanlah tempat ibadah, tapi lebih merupakan tempat wisata. Demikian pula dengan masjid di Jepang.
Terdapat 10 masjid di Tokyo, 10 di daerah sekitar Tokyo, dan 17 masjid yang tersebar di kota-kota seantero Jepang. Tapi jangan dibayangkan bahwa masjid-masjid tersebut seperti masjid di Indonesia, bangunan luas dan kubah megah, mesjid di Jepang ada yang berupa apartemen yang disewa oleh komunitas muslim. Berbeda dengan di Indonesia, masjid-masjid di Jepang dinamai sesuai dengan nama kota. Misalnya Masjid Honjin di Nagoya yang terletak di wilayah Honjin, masjid Kobe di kota Kobe, atau masjid Osaka di Osaka.
Umumnya, masjid-masjid ini banyak dikunjungi oleh orang Jepang, bukan sebagai tempat ibadah, namun sebagai tempat wisata. Hal ini disebabkan desain sebagian masjid yang memiliki nilai arsitektur lebih. Tak berbeda seperti ketika orang Jepang mengunjungi katedral atau kuil.
Penerimaan
Menujadi seorang Muslim di Jepang gampang-gampang susah. Mudah karena masyarakat Jepang yang toleran, sulit karena budaya kerja orang Jepang yang sering menghambat untuk menjalankan ibadah.
Seperti saat bulan Ramadhan sekarang. Di Jepang yang mayoritas bukan Muslim, akan lebih sulit dalam melaksanakan puasa, karena tidak ada toleransi kerja saat bulan Ramadhan. Kedai-kedai makanan tetap buka pada siang hari, dan panas terik yang menyengat terutama saat musim panas, membuat berpuasa di Jepang semakin berat. Dan, televisi di Jepang tidak menayangkan azan Maghrib, sehingga orang Islam harus lebih proaktif untuk mencari waktu berbuka puasa yang pas.
Melaksanakan salat pun lebih sulit. Kebijakan istirahat kantor di Jepang yang hanya dilakukan pada jam 12 siang, menyebabkan banyak orang Islam yang harus menjama’ salat Dzuhur dan Ashar mereka. Bahkan, banyak pula yang jarang bahkan tidak pernah melaksanakan salat Jumat, akibat masjid yang jauh dari lokasi kantor tempat mereka bekerja.
Di mal dan tempat publik seperti stasiun KRL, seorang Muslim terpaksa harus salat di WC akibat tidak disediakannya mushalla atau masjid. Walau hal ini tidak sepenuhnya menjijikan, karena umumnya WC di Jepang termasuk bersih.