Orang Indonesia Awali Kedatangan Islam di Sount africa


Orang Indonesia Awali Kedatangan Islam di South Africa


Beberapa ratus tahun silam, di sejumlah kota di negara yang berpenduduk sekitar 49 juta jiwa itu, terdapat kiprah umat Islam dalam menyebarkan agama tauhid ini ke negara tersebut.Bahkan, terdapat Muslim asal Indonesia yang menjadi penyebar Islam bagi warga Afrika Selatan. Karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara umat Islam di kedua negeri ini kendati ada jarak yang cukup jauh (12 jam penerbangan) dari Indonesia ke Afrika Selatan. Kedekatan itu tentunya bukan cuma jejak historis selama lebih dari 300 tahun lalu, tapi perkembangan Islam saat ini .
Masjid Syekh Yusuf di Afrika Selatan
Agama Islam masuk ke wilayah Afrika sejak abad ke-17. Salah satu penyebarnya adalah warga negara keturunan Indonesia, yakni Syekh Yusuf Makassar. Hingga saat ini, umat Islam di Afrika Selatan mencapai 1,25 juta jiwa atau sekitar tiga persen dari total penduduknya yang berjumlah 49 juta jiwa.Kendati minoritas, mereka ada di salah satu pusat pertumbuhan Islam terpesat di Benua Afrika saat ini. Sebagai ilustrasi, di Kota Soweto, tak jauh dari Johannesburg, pada pertengahan 1970-an, cuma ada 10 orang Muslim. Namun, pada awal 2002, jumlahnya berlipat seribu kali menjadi sekitar 10 ribu orang.Masjid dan madrasah sangat mudah dijumpai. Jumlah orang di berbagai townships, pusat-pusat permukiman penduduk berkulit hitam dan miskin, semakin hari terus bertambah yang menjadi Muslim. Setiap tahun berlangsung “Festival Syahadat” yang diprakarsai oleh Syekh Dr Abdalqadir as-Sufi. Sejak awal 2000, ratusan orang memeluk Islam. Terakhir, 22 Mei 2010, sebanyak 71 orang, khususnya dari Suku Zulu, serentak kembali kepada Islam di Durban.Mengapa Islam menarik mereka? Islam dirasakan sebagai jalan keluar dari ancaman gangsterisme dan problem sosial lain, seperti obat terlarang, kekerasan seksual, wabah korupsi, dan dekadensi moral masyarakat lain yang terus merebak di berbagai kawasan di Afrika Selatan. Perhatian Islam atas nasib kaum miskin menarik hati mereka. Dalam situasi politik rasis puluhan tahun sebelumnya, agama Islam telah dipandang sebagai salah satu bentuk resistensi dan penolakan atas tatanan masyarakat yang didasarkan doktrin apartheid tersebut. Perlu diketahui bahwa penyebaran agama Islam di Afrika Selatan dimulai terutama oleh para ulama, bangsawan, dan para tahanan politik penjajah Belanda. Hal ini memberikan pengaruh khusus atas perkembangan Islam di Afrika Selatan.

Sejarah Islam di sana memang bersamaan dengan sejarah kolonialisme. Islam telah berada di Afrika Selatan selama kurang lebih tiga ratus tahun lamanya. Meski relatif kecil, peran mereka kini semakin besar dan penting. Media massa Muslim, baik elektronik maupun cetak, sebagai satu indikasi yang mudah dilihat, telah berkembang dan menempati posisi penting di mata publik.

Makam Syekh Yusuf berada di dalam kubah hijau di Kampung Macassar, yang terletak 50 kilometer tenggara Cape Town, Afrika Selatan. Di tempat itu juga terdapat tugu untuk mengenang Syekh Yusuf, keturunan Kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan, yang dibuang VOC ke Tanjung Harapan dan menjadi cikal-bakal terbentuknya komunitas Muslim Cape Malay.
Dari Cape Town, Afrika Selatan mengambil jalan tol N2 menuju ke arah tenggara. Setelah berjalan sekitar 40 kilometer, terhampar di sisi kanan perkampungan kulit hitam dengan rumah-rumah seng yang kumuh, Khayelitsha, sebelum akhirnya kami menemukan jalur keluar di Baden Powell Drive.
Dari situ tak terlalu sulit menemukan tempat ini, Kampung Macassar. Ya, Macassar dan Makassar memang berkaitan meski yang satu di Afsel dan yang lain di Sulawesi Selatan (Sulsel). Sebuah perjalanan panjang merentang ke belakang lebih dari 300 tahun lalu—yang membuat kedua tempat ini bersaudara.
Adalah Syekh Yusuf Tajul Khalwati yang menjembatani dua tempat yang jaraknya terpaut 10.631 kilometer itu. Keturunan Raja Gowa di Sulsel itu datang bukan sebagai pedagang, melainkan sebagai tawanan politik Belanda, yang kala itu dilakukan kepanjangan tangannya, sebuah perusahaan dagang di Hindia Belanda, VOC. Alih- alih disisihkan dari negerinya, Syekh Yusuf justru memperluas ajaran Islam dan menjadi orang pertama yang membaca Al Quran di Afsel.
Perlawanan awal Syekh Yusuf bersama Sultan Ajung dari Bantam, Gowa, membuat pemerintah kolonial Belanda geram. Apalagi, dua kali Syekh Yusuf berhasil lepas dari tawanan Belanda. Belakangan ia dibujuk untuk menyerahkan diri dengan iming- iming bakal diampuni.
Janji tinggal janji. Syekh Yusuf malah ditangkap bersama keluarga dan pengikutnya. Di bawah pengawalan tentara bersenjata, mereka pun diasingkan ke Colombo, Ceylon (sekarang Sri Lanka), dengan melewati Batavia. Akan tetapi, belakangan Belanda khawatir jika Syekh Yusuf malah menjadi populer dan sukses menanamkan pengaruh di Ceylon.
Kembali, Belanda mengangkut Syekh Yusuf, keluarga, dan pengikut lebih jauh lagi. Tak tanggung-tanggung, kini tujuannya adalah Tanjung Harapan, yang ditemukan Bartholomeu Diaz dan dilanjutkan Vasco da Gamma pada akhir abad ke-15. Dua abad setelah itu, tepatnya 2 April 1694, kapal De Voetboog yang ditumpangi Syekh Yusuf dengan 49 anggota rombongan merapat. Di antara ke-49 orang itu, dua di antaranya adalah istri Syekh Yusuf, dua pembantu, 12 anak, 12 imam, dan sejumlah teman yang semuanya membawa keluarga.
Belajar sedikit
Setelah melewati beberapa ratus meter jalan kampung berpasir kekuningan, becek akibat hujan, dan bergelombang, di Kampung Macassar kami menemui Mohammad Zain Philander, tokoh setempat yang banyak tahu tentang Indonesia. ”Selamat siang, apa kabar,” ujar Zain ramah saat menyambut kami. Hanya itu bahasa Indonesia yang keluar dari mulutnya. Selanjutnya, ia menggunakan bahasa Inggris dengan kami, atau bahasa Afrikaans dengan anak-istrinya.
”Saya tidak bisa berbahasa Indonesia. Belajar sedikit-sedikit dari buklet yang pernah diberikan Ibu Salfrida (mantan Konsul Jenderal Republik Indonesia di Cape Town) ini,” ujarnya seraya menunjukkan lembaran pelajaran bahasa Indonesia sederhana. ”Tetapi, anak saya fasih. Sayang, dia sedang tak ada di sini.”
Yang dimaksud adalah putri sulungnya, Haajirah Philander- Fanie, yang pernah belajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Zain bangga, anaknya bisa berbahasa Indonesia dengan fasih. Sekurangnya, ia merasa telah bisa mengaitkan dirinya dengan asal-usul nenek moyangnya.
Rumah Zain yang telah diubah menjadi penginapan terasa nyaman. Letaknya di ketinggian membuat pemandangan dari dalam rumah—yang dipenuhi pintu dan jendela kaca—langsung ke arah Table Mountain, tanpa halangan. Siang itu, gunung yang bagian tertingginya adalah 1.088 meter tersebut memang mirip meja bertaplak. Kabut menutupi bagian atas gunung yang praktis rata seperti meja.
Berbagai informasi ditempel di dinding rumah Zain, di antaranya peta Makassar, Sulsel, dengan salah satu titiknya adalah Makam Syekh Yusuf. ”Makam yang di sana cuma untuk menghormati saja. Makam sesungguhnya di sini,” ujar Zain.
Selain itu, juga tergantung sejumlah pigura anugerah bintang penghargaan, seperti The Order of Supreme Companions of OR Tambo yang diteken Presiden Afsel saat itu, Tabo Mbeki, serta gelar pahlawan nasional dari Presiden Indonesia ketika itu, Soeharto.
Presiden Afsel Nelson Mandela
Pada peringatan 300 tahun budaya Muslim Cape tahun 1994, mantan Presiden Afsel Nelson Mandela mengatakan, ”Yang saya pelajari dari Syekh Yusuf tidak melulu Islam, tetapi juga motivasi untuk melawan apartheid karena tak ada bedanya antara hitam dan putih, budak dan orang bebas. Saya gembira ada Syekh Yusuf di Afrika Selatan.”

0 komentar:

Posting Komentar

Download Now

About This Blog

Lorem Ipsum

Lorem Ipsum

Reader Community

About Administrator

Foto Saya
perkembangan islam di indonesia
Lihat profil lengkapku